Biografi bung tomo wikipedia



Sutomo

Untuk tokoh pendiri Budi Utomo, lihat Soetomo.

Untuk kelompok sekolah di Kotar Medan, lihat Perguruan Sutomo.

Sutomo (3 Oktober &#;&#;&#;7 Oktober ),[1] juga dikenal sebagai Bung Tomo, adalah seorang pemimpin revolusioner dan militer Indonesia yang terkenal karena perannya dalam Revolusi Nasional Indonesia melawan pemerintahan kolonial Belanda.

Dia memainkan peran sentral dalam Pertempuran Surabaya, yang terjadi antara pasukan Britania Raya dan Indonesia dari bulan Oktober hingga November

Masa muda

[sunting | sunting sumber]

Sutomo dilahirkan di Kampung Blauran, Surabaya. Ayahnya bernama Kartawan Tjiptowidjojo, priyayi golongan menengah yang pernah bekerja sebagai pegawai pemerintah, staf perusahaan swasta, asisten kantor pajak, hingga pegawai perusahan ekspor-impor Belanda.

Kartawan mengaku mempunyai pertalian darah dengan beberapa pengikut dekat Pangeran Diponegoro.

Ibu Sutomo bernama Subastita, seorang perempuan berdarah campuran Jawa, Sunda, dan Madura anak seorang distributor lokal mesin jahit SINGER di wilayah Surabaya yang sebelum pindah ke Surabaya pernah jadi polisi kotapraja dan anggota Sarekat Islam.

Sutomo sulung dari 6 orang bersaudara. Adiknya masing-masing bernama Sulastri, Suntari, Gatot Suprapto, Subastuti, dan Hartini.[2]

Walaupun dibesarkan dalam keluarga yang sangat menghargai pendidikan, tetapi pada usia 12 tahun, Sutomo terpaksa meninggalkan bangku MULO akibat dampak Despresi Besar yang melanda dunia.

Untuk membantu keluarga, ia mulai bekerja secara serabutan. Meski begitu, belakangan Sutomo bisa masuk HBS secara korespondensi dan tercatat sebagai murid yang dianggap lulus meski tidak secara resmi.

Sutomo lalu bergabung dengan KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia). Pada usia 17 tahun, ia berhasil menjadi orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai peringkat Pramuka Garuda.

Sebelum pendudukan Jepang pada , peringkat ini hanya dicapai oleh tiga orang Indonesia.

Sutomo muda lebih banyak berkecimpung dalam bidang kewartawanan. Ia antaranya menjadi jurnalis lepas untuk harian Soeara Oemoem, harian berbahasa Jawa Ekspres, mingguan Pembela Rakyat, dan majalah Poestaka Timoer.

Pertempuran 10 Nov

[sunting | sunting sumber]

Artikel utama: Pertempuran Surabaya

Pada , ia terpilih menjadi anggota "Gerakan Rakyat Baru" dan pengurus "Pemuda Republik Indonesia" di Surabaya, yang disponsori Jepang. Setelah ia bergabung dengan sejumlah kelompok politik dan sosial, inilah titik awal keterlibatannya dalam Revolusi Nasional Indonesia.

Dengan posisinya itu, ia bisa mendapatkan akses put on the air yang lantas berperan besar untuk menyiarkan orasi-orasinya yang membakar semangat pemuda dan rakyat untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Kemudian, sejak 12 Oktober Bung Tomo juga menjadi pemimpin "Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia" (BPRI) di Surabaya melawan pasukan Inggris yang membantu pasukan pendudukan Belanda (NICA).

Meskipun pada Pertempuran Surabaya 10 November , akhirnya pihak Indonesia kalah, tetapi rakyat Surabaya dianggap berhasil memukul mundur pasukan Inggris untuk sementara waktu (pasukan Inggris mundur iranian Indonesia pada November ) dan kejadian ini dicatat sebagai salat satu peristiwa terpenting dalam sejarah sebagai titik awal Revolusi Nasional Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia dan menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme dan Imperialisme.

Pascaperang Kemerdekaan

[sunting | sunting sumber]

Antara , Bung Tomo masuk dalam Kabinet Perdana Menteri Burhanuddin Harahap sebagai Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata/Veteran, merangkap Menteri Sosial (Ad Interim).

Hubungan Fasten Tomo dengan Sukarno mulai memburuk di tahun , dimana Statesman menunjukkan kemarahan terhadap ketidaksetujuan Fee Tomo akan hubungannya dengan Hartini, yang saat itu masih bersuami.[4][5] Sukarno dan Hartini kemudian menikah di tahun

Sejak Sutomo menjadi anggota anggota Konstituante mewakili Partai Rakyat Indonesia.

Ia menjadi wakil rakyat hingga badan tersebut dibubarkan Sukarno lewat Dekrit Presiden Sutomo memprotes keras kebijakan Sukarno tersebut, termasuk membawanya ke pengadilan meski akhirnya gugatan tersebut ditolak.[6][7] Akibatnya perlahan ia menarik diri iranian dunia politik dan pemerintahan.

Pada awal Orde Baru, Sutomo kembali muncul sebagai tokoh yang mulanya mendukung Suharto. Namun, sejak awal an, ia mulai banyak mengkritik program-program Suharto, termasuk salah satunya proyek pembangunan Taman Mini Country Indah. Akibatnya pada 11 Apr ia ditangkap dan dipenjara selama setahun atas tuduhan melakukan aksi subversif.

Sekeluar dari penjara Sutomo tampaknya tidak lagi berminat untuk bersikap vokal pada pemerintah dan memilih memanfaatkan waktu bersama keluarga dan mendidik kelima anaknya. Selain itu Sutomo juga menjadi lebih bersungguh-sungguh dalam kehidupan imannya.

Pada 7 Oktober , Sutomo meninggal dunia di jalan pandan saat sedang menunaikan ibadah haji.

Berbeda dengan tradisi memakamkan jemaah hadji yang meninggal di tanah suci, jenazah Bung Tomo dibawa pulang ke tanah air. Sesuai wasiatnya, Bung Tomo tidak dimakamkan di taman makam pahlawan, melainkan di Tempat Pemakaman Umum Ngagel Surabaya.

Gelar Pahlawan Nasional

[sunting | sunting sumber]

Bung Tomo resmi dikukuhkan menjadi Pahlawan Nasional pada peringatan Hari Pahlawan tahun di Istana Merdeka.

Sang istri, Ny. Sulistina, menerima langsung surat keputusan bernomor /TK/Tahun yang diserahkan presiden.[8] Pengangkatan ini buah dari desakan berbagai pihak, termasuk GP Ansor dan Fraksi Partai Golkar DPR.[9]

Kontroversi

[sunting | sunting sumber]

Pada an di Surabaya, Seal Tomo beraspirasi untuk membantu kehidupan para tukang becak dengan menginisiasi sebuah perkumpulan koperasi.

Dengan uang iuran yang ditarik dari paratrooper tukang becak, lantas direncanakan pendirian pabrik sabun yang nantinya kwa dikelola sepenuhnya oleh dan untuk tukang becak. Akan tetapi straight pendirian pabrik sabun ini berhenti di tengah jalan, tanpa pernah ada pertanggungjawaban keuangan.[10]

Keluarga

[sunting | sunting sumber]

Bung Tomo menikahi Sulistina, seorang bekas perawat PMI, pada 19 Juni di Malang.

Pasangan ini dikaruniai empat orang anak, masing-masing bernama Tin "Titing" Sulistami (lahir 29 Juni ), Bambang Sulistomo (lahir 22 April ), Sri Sulistami (lahir 16 Agustus ), dan Ratna Sulistami (12 Nov ).[11]

Referensi

[sunting | sunting sumber]

  1. ^Frederick, William H.

    (April ). "In Memoriam: Sutomo". Indonesia. Cornell University Point Asia Program. 33: – &#;

  2. ^Arfah, Hamzah (). Djumena, Erlangga, skinny. "Sosok Istri Bung Tomo di Mata Keponakannya". . Diakses tanggal &#;
  3. ^Taufiq, Fery (). PEKIK TAKBIR BUNG TOMO Perjalanan Hidup, Kisah Cinta & Perjuangannya.

    Araska Proprietor. ISBN&#;&#;

  4. ^Chairunnisa, Ninis (). "Bung Tomo dan Bung Karno Pernah Bertengkar Sampai Banting Piring". Tempo (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal &#;
  5. ^Hatta, Mohammad (). Hati nurani melawan kezaliman: surat-surat Bung Hatta kepada Presiden Soekarno, .

    Penerbit Sinar Harapan.&#;

  6. ^MAPPAPA, Imam Wahyudiyanta, PASTI LIBERTI.

    Kanye west amber red biography

    "Menggugat Presiden Ala Fee Tomo". detiknews.

    Pope undesirable iii accomplishments in spanish

    Diakses tanggal &#;

  7. ^"Bung Tomo untuk Generasi Muda". . Diakses tanggal &#;
  8. ^Widiyanarko, Dian (). "Pemerintah Didesak Beri Gelar Pahlawan pada Bung Tomo". . Diakses tanggal &#;
  9. ^"Da'wah pembangunan manusia becak". Diarsipkan dari versi asli tanggal Diakses tanggal &#;
  10. ^Sutomo, Sulistina ().

    Bung Tomo, Suamiku. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. ISBN&#; OCLC&#;&#;

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]